Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) merupakan salah satu elemen mahasiswa yang terus bercita-cita mewujudkan Indonesia ke depan menjadi lebih baik. PMII berdiri tanggal 17 April 1960 dengan latar belakang situasi politik tahun 1960-an yang mengharuskan mahasiswa turut andil dalam mewarnai kehidupan sosial politik di Indonesia. Pendirian PMII dimotori oleh kalangan muda NU (meskipun di kemudian hari dengan dicetuskannya Deklarasi Murnajati 14 Juli 1972, PMII menyatakan sikap independen dari lembaga NU). Di antara pendirinya adalah Mahbub Djunaidi dan Subhan ZE (seorang jurnalis sekaligus politikus legendaris).
Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) lahir karena menjadi suatu kebutuhan dalam menjawab tantangan zaman. Berdirinya organisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia bermula dengan adanya hasrat kuat para mahasiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlusssunnah wal Jama’ah. Dibawah ini adalah beberapa hal yang dapat dikatakan sebagai penyebab berdirinya PMII:
Hal-hal tersebut diatas menimbulkan kegelisahan dan keinginan yang kuat dikalangan intelektual-intelektual muda NU untuk mendirikan organisasi sendiri sebagai wahana penyaluran aspirasi dan pengembangan potensi mahasiswa-mahsiswa yang berkultur NU. Disamping itu juga ada hasrat yang kuat dari kalangan mahsiswa NU untuk mendirikan organisasi mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah.
Ide dasar berdirinya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) bermula dari adanya hasrat kuat para mahasiswa Nahdliyin untuk membentuk suatu wadah (organisasi) mahasiswa yang berideologi Ahlussunnah Wal Jama’ah (Aswaja). Sebelum berdirinya PMII, sudah ada organisasi mahasiswa Nahdliyin, namun masih bersifat lokal. Organisasi itu diantaranya Ikatan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (IMANU) berdiri pada Desember 1955 di Jakarta. Di Surakarta dirikan Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) pada tahun yang sama. Kemudian berdiri juga Persatuan Mahasiswa Nahdlatul Ulama (PMNU) di Bandung. Selain organisasi tersebut, ada pula mahasiswa Nahdliyin yang tergabung pada Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) yang terwadahi pada departemen perguruan tinggi. Adanya berbegai macam organisasi kemahasiswaan yang berafiliasi kepada Nahdlatul Ulama ternyata tidak mampu membendung hasrat untuk berdirinya organisasi mahasiswa nahdliyin secara nasional. Hal itu terbukti pada Konferensi Besar IPNU pada tanggal 14-17 Maret 1960 di Kaliurang Yogyakarta disepakati untuk berdirinya organisasi kemahasiswaan Nahdliyin.
Oleh karena itu gagasan legalisasi organisasi mahasiswa NU senantisa muncul dan mencapai puncaknya pada konferensi besar (KONBES) IPNU I di Kaliurang pada tanggal 14-17 Maret 1960. Dari forum ini kemudian kemudian muncul keputusan perlunya mendirikan organisasi mahasiswa NU secara khusus di perguruan tinggi. Selain merumuskan pendirian organ mahasiswa, KONBES Kaliurang juga menghasilkan keputusan penunjukan tim perumus pendirian organisasi yang terdiri dari 13 tokoh mahasiswa NU. Mereka adalah:
Keputusan lainnya adalah tiga mahasiswa yaitu Hizbulloh Huda, M. Said Budairy, dan Makmun Syukri untuk sowan ke Ketua Umum PBNU kala itu, KH. Idham Kholid.
Pada tanggal 14-16 April 1960 diadakan musyawarah mahasiswa NU yang bertempat di Sekolah Mu’amalat NU Wonokromo, Surabaya. Peserta musyawarah adalah perwakilan mahasiswa NU dari Jakarta, Bandung, Semarang, Surakarta, Yogyakarta, Malang, Surabaya, dan Makassar, serta perwakilan senat Perguruan Tinggi yang bernaung dibawah NU. Pada saat tu diperdebatkan nama organisasi yang akan didirikan. Dari Yogyakarta mengusulkan nama Himpunan atau Perhimpunan Mahasiswa Sunny. Dari Bandung dan Surakarta mengusulkan nama PMII. Selanjutnya nama PMII yang menjadi kesepakatan. Namun kemudian kembali dipersoalkan kepanjangan dari ‘P’ apakah perhimpunan atau persatuan. Akhirnya disepakati huruf “P” merupakan singkatan dari Pergerakan sehingga PMII menjadi “Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia”. Musyawarah juga menghasilkan susunan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga organisasi serta memilih dan menetapkan sahabat Mahbub Djunaidi sebagai ketua umum, M. Khalid Mawardi sebagai wakil ketua, dan M. Said Budairy sebagai sekretaris umum. Ketiga orang tersebut diberi amanat dan wewenang untuk menyusun kelengkapan kepengurusan PB PMII. Adapun PMII dideklarasikan secara resmi pada tanggal 17 April 1960 masehi atau bertepatan dengan tanggal 17 Syawwal 1379 Hijriyah.SEMUA itu berkat IPNU
Saat didirikan pada tahun 1960, PMII merupakan Badan Otonom (Banom) dari NU sebagai induk organisasi. Perjalanan PMII sebagai underbow NU bertahan hinggal tahun 1972. Pada tahun itu PMII menyatakan diri sebagai organisasi independen yaitu tidak berafiliasi dengan organisasi manapun. Deklarasi Independensi PMII dicetuskan pada tanggal 14 Juli 1972 di Murnajati Lawang Malang Jawa Timur. Deklarasi itu kemudian dikenal dengan “Deklarasi Murnajati”. Menyadari kultur dan historis PMII tidak bisa dipisahkan dengan NU, pada Kongres X tanggal 27 Oktober 1991 di Asrama Haji Pondok Gede Jakarta dideklarasikan posisi “Interdependensi PMII-NU”. Selanjutnya untuk mempertegas posisi interdependen, pada Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) PB PMII tanggal 24 Desember 1991 di Cimacan Jawa Barat dikeluarkan “Impelementasi Interdependensi PMII-NU” dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
Dari namanya PMII disusun dari empat kata yaitu “Pergerakan”, “Mahasiswa”, “Islam”, dan “Indonesia”. Makna “Pergerakan” yang dikandung dalam PMII adalah dinamika dari hamba (makhluk) yang senantiasa bergerak menuju tujuan idealnya memberikan kontribusi positif pada alam sekitarnya. “Pergerakan” dalam hubungannya dengan organisasi mahasiswa menuntut upaya sadar untuk membina dan mengembangkan potensi ketuhanan dan kemanusiaan agar gerak dinamika menuju tujuannya selalu berada di dalam kualitas kekhalifahannya.
Pengertian “Mahasiswa” adalah golongan generasi muda yang menuntut ilmu di perguruan tinggi yang mempunyai identitas diri. Identitas diri mahasiswa terbangun oleh citra diri sebagai insan religius, insan dimnamis, insan sosial, dan insan mandiri. Dari identitas mahasiswa tersebut terpantul tanggung jawab keagamaan, intelektual, sosial kemasyarakatan, dan tanggung jawab individual baik sebagai hamba Tuhan maupun sebagai warga bangsa dan negara.
“Islam” yang terkandung dalam PMII adalah Islam sebagai agama yang dipahami dengan haluan/paradigma ahlussunah wal jama’ah yaitu konsep pendekatan terhadap ajaran agama Islam secara proporsional antara iman, islam, dan ikhsan yang di dalam pola pikir, pola sikap, dan pola perilakunya tercermin sikap-sikap selektif, akomodatif, dan integratif. Islam terbuka, progresif, dan transformatif demikian platform PMII, yaitu Islam yang terbuka, menerima dan menghargai segala bentuk perbedaan. Keberbedaan adalah sebuah rahmat, karena dengan perbedaan itulah kita dapat saling berdialog antara satu dengan yang lainnya demi mewujudkan tatanan yang demokratis dan beradab (civilized).
Sedangkan pengertian “Indonesia” adalah masyarakat, bangsa, dan negara Indonesia yang mempunyai falsafah dan ideologi bangsa (Pancasila) serta UUD 45.
Arti Lambang : Bentuk Perisai berarti ketahanan dan keampuhan mahasiswa Islam terhadap berbagai tantangan dan pengaruh dari luar. Bintang yang bertabur di dalamnya melambang ketinggian dan semangat cita-cita yang selalu memancar.
Lima bintang sebelah atas menggambarkan Rasulullah SAW dengan empat sahabat terkemuka (al-Khulafaur Rasyidun). Sedangkan empat bintang sebelah bawah menggambarkan empat mazhab yang berhaluan Ahlusunnah wal Jama’ah.
Jumlah sembilan bintang dalam lambang itu dapat berati ganda. Pertama, Rasulullah dan empat orang sahabat serta empat orang imam mazhab itu laksana bintang yang selalu bersinar cemerlang, mempunyai kedudukan tinggi, dan penerang umat manusia. Kedua, angka itu juga menggambarkan sembilan orang pemuka penyebar Agama Islam di Indonesia yang disebut Walisongo.
Adapun warna biru pada tulisan PMII menunjukkan kedalaman ilmu pengetahuan yang harus dimiliki dan digali oleh warga pergerakan. Biru juga menggambarkan lautan Indonesia yang mengelilingi kepulauan Indonesia dan merupakan kesatuan wawasan Nusantara.
Biru muda yang menjadi warna dasar perisai sebelah bawah berati ketinggian ilmu pengetahuan, budi pekerti, dan takwa. Sementara kuning sebagai warna dasar perisai bagian atas berarti identitas kemahasiswaan yang menjadi sifat dasar pergerakan lambang kebesaran dan semangat yang selalu menyala serta penuh harapan menyongsong masa depan.
Mars PMII
Inilah kami wahai Indonesia Satu barisan dan satu cita Pembela bangsa, penegak agama Tangan terkepal dan maju kemuka
Habislah sudah masa yang suram Selesai sudah derita yang lama Bangsa yang jaya Islam yang benar Bangun tersentak dari bumiku subur
*Reff : Denganmu PMII Pergerakanku Ilmu dan bakti, ku berikan Adil dan makmur kuperjuangkan Untukmu satu tanah airku Untukmu satu keyakinanku
Inilah kami wahai Indonesia Satu angkatan dan satu jiwa Putera bangsa bebas meerdeka Tangan terkepal dan maju kemuka
Denganmu PMII Pergerakanku Ilmu dan bakti, ku berikan Adil dan makmur kuperjuangkan Untukmu satu tanah airku Untukmu satu keyakinanku
Hymne PMII
Masa depan Kita rebut Untuk meneruskan perjuangan Bersemilah, bersemilah kaulah harapan bangsa
Bersemilah, Bersemilah Tunas PMII Tumbuh subur, tumbuh Subur Kader PMII
Masa depan Kita rebut Untuk meneruskan perjuangan Bersemilah, bersemilah kaulah harapan bangsa
Pergerakan Mahasiwa Islam Indonesia (PMI) berusaha menggali nilai-nilai ideal-moral yang lahir dari pengalaman dan keberpihakan insan warga pergerakan dalam bentuk rumusan-rumusan yang diberi nama Nilai Dasar Pergerakan (NDP) PMII. Hal ini dibutuhkan untuk memberi kerangka, arti, motivasi pergerakan dan sekaligus memberikan legitimasi dan memperjelas terhadap apa saja yang akan dan harus dilakukan untuk mencapai cita-cita perjuangan sesuai dengan maksud didirikannya organisasi ini.
NDP ini adalah tali pengikat (kalimatun sawa’) yang mempertemukan semua warga pergerakan dalam ranah dan semangat perjuangan yang sama. Seluruh warga PMII harus memahami dan menginternalisasikan nilai dasar PMII itu, baik secara personal atau secara bersama-sama, dalam medan perjuangan sosial yang lebih luas dengan melakukan keberpihakan yang nyata melawan ketidakadilan, kesewenang-wenangan, kekerasan, dan tindakan-tindakan negatif lainnya. NDP ini, dengan demikian, memungkinkan warga PMII senantiasa memiliki kepedulian sosial yang tinggi (faqih fi mashalih al-khalqi fi al-dunya/ paham dan peka terhadap kemaslahatan makhluk di dunia)
ARTI
NDP adalah nilai-nilai yang secara mendasar merupakan sublimasi nilai-nilai keIslaman (seperti kemerdekaan/al-hurriyah, persamaan/al-musawa, keadilan/’adalah, toleran/tasamuh, damai (al-shulh), dll) dan ke Indonesiaan (keberagaman suku, agama, dan ras; beribu pulau; persilangan budaya) dengan kerangka pemahaman ahlussunnah wal jama’ah yang menjiwai berbagai aturan, memberi arah, mendorong, serta penggerak kegiatan-kegiatan PMII. Sebagai pemberi keyakinan dan pembenar mutlak, Islam mendasari dan memberi spirit dan elan vital pergerakan yang meliputi cakupan iman (aspek aqidah), Islam (aspek syari’ah) dan Ihsan (aspek etika, akhlak dan tasawuf) dalam upaya memperoleh kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat (sa’adah ad-darain). Dan sebagai tempat semai dan tumbuh, Keindonesiaan memberi area berpijak, bergerak, dan memperkaya proses aktualisasi dan dinamika pergerakan.
Dalam upaya memahami, menghayati dan mengamalkan Islam tersebut, PMII menjadikan ahlussunnah wal jama’ah sebagai manhaj al-fikr sekaligus manhaj al-taghayyur al-ijtima’i (perubahan sosial) untuk mendekonstruksikan sekaligus merekonstruksi bentuk-bentuk pemahaman dan aktualisasi ajaran-ajaran agama yang toleran, humanis, anti-kekerasan, dan kritis-transformatif.
A. Kerangka Refleksi
Sebagai kerangka refleksi, NDP bergerak dalam pertarungan ide-ide, paradigma, nilai-nilai yang akan memperkuat tingkat kebenaran-kebenaran ideal. Ideal-ideal itu menjadi sesuatu yang mengikat, absolut, total, universal berlaku menembus keberbagaian ruang dan waktu (muhkamat, qoth’i).Kerangka refleksi ini, karenanya, menjadi moralitas sekaligus tujuan absolut dalam mendulang capaian-capaian nilai seperti kebenaran, keadilan, kemerdekaan, kemanusiaan, dll.
B. Kerangka Aksi
Sebagai kerangka aksi, NDP bergerak dalam pertarungan aksi, kerja-kerja nyata, aktualisasi diri, pembelajaran sosial yang akan memperkuat tingkat kebenaran-kebenaran faktual. Kebenaran faktual itu senantiasa bersentuhan dengan pengalaman historis, ruang dan waktu yang berbeda-beda dan berubah-ubah, kerangka ini memungkinkan warga pergerakan menguji, memperkuat atau bahkan memperbarui rumusan-rumusan kebenaran dengan historisitas atau dinamika sosial yang senantiasa berubah. (Mutasyabihat, Dzonni)
C. Kerangka Ideologis
Menjadi satu rumusan yang mampu memberikan proses ideologisasi di setiap kader secara bersama-sama, sekaligus memberikan dialektika antara konsep dan realita yang mendorong proses kreatif di internal kader secara menyeluruh dalam proses perubahan sosial yang diangankan secara bersama-sama secara terorganisir. Menjadi pijakan atau landasan bagi pola pikir dan tindakan kader sebagai insan pergerakan yang aktif terlibat menggagas dan proaktif memperjuangkan perubahan sosial yang memberi tempat bagi demokratisasi dan penghargaan terhadap HAM. KEDUDUKAN
NDP menjadi sumber kekuatan ideal-moral dari aktivitas pergerakan NDP menjadi pusat argumentasi dan pengikat kebenaran dari kebebasan berfikir, berucap dan bertindak dalam aktivitas pergerakan.
Mengesakan Allah SWT merupakan nilai paling asasi dalam sejarah agama samawi. Di dalamnya telah terkandung sejak awal tentang keberadaan manusia. (Al-Ikhlas, Al-Mukmin ayat 25, Al-Baqarah ayat 130-131)
PERTAMA, Allah adalah Esa dalam segala totalitas, dzat sifat dan perbuatan- perbuatanNya.Allah adalah dzat yang fungsional.Allah menciptakan, memberi petunjuk, memerintah dan memelihara alam semesta.Allah juga menanamkan pengetahuan, membimbing dan menolong manusia.Allah maha mengetahui, maha menolong, maha bijaksana, hakim maha adil, maha tunggal, maha mendahului dan maha menerima segala bentuk pujaan dan penghambaan. (Al-Hasyr ayat 22-24)
KEDUA, keyakinan seperti itu merupakan keyakinan terhadap sesuatu yang lebih tinggi dari alam semesta, serta merupakan manifestasi kesadaran dan keyakinan kepada ghaib. (Al-Baqoroh ayat 3, Muhammad ayat 14-15, Al-Alaq ayat 4, Al-Isro’ ayat 7)
KETIGA, oleh karena itu tauhid merupakan titik puncak, melandasi, memandu dan menjadi sasaran keimanan yang mencakup keyakinan dalam hati, penegasan lewat lisan dan perwujudan lewat perbuatan.Maka, konsekuensinya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia harus mampu melarutkan dan menetaskan nilai-nilai tauhid dalam berbagai kehidupan serta tersosialisasikan hingga merambah sekelilingnya. (Al-Baqoroh ayat 30, Al A’raf ayat 129, An-Nahl ayat 62, Father ayat 39). Hal ini dibuktikan dengan pemisahan yang tegas antara hal-hal yang profan dan yang sacral.Selain Allah sebagai dzat yang Maha Kuasa, maka bisa dilakukan dekonstruksi dan desakralisasi atasnya.Sehingga tidak terjadi penghambatan pada hal-hal yang sifatnya profan, seperti jabatan, institusi, teks, orang dan seterusnya.
KEEMPAT, dalam memahami dan mewujudkannya, Pergerakan telah memilih ahlussunnah wal jama’ah sebagai metode pemahaman dan penghayatan keyakinan itu.
Allah adalah pencipta segala sesuatu. Dia mencipta manusia sebaik-baik kejadian dan menganugerahkan kedudukan terhormat kepada manusia di hadapan ciptaanNya yang lain. (Al-Dzariyat ayat 56, Al-A’raf ayat 179, Al-Qashash ayat 27) Kedudukan seperti itu ditandai dengan pemberian daya pikir, kemampuan berkreasi dan kesadaran moral. Potensi itulah yang memungkinkan manusia memerankan fungsinya sebagai khalifah dan hamba Allah. Dalam kehidupan sebagai khalifah, manusia memberanikan diri untuk mengemban amanat berat yang oleh Allah ditawarkan kepada makhlukNya. Sebagai hamba Allah, (Shad ayat 82-83, Al-Hujurat ayat 4) manusia harus melaksanakan ketentuan-ketentuanNya. Untuk itu manusia dilengkapi dengan kesadaran moral yang selalu harus dirawat jika manusia tidak ingin terjatuh ke dalam kedudukan yang rendah. (Al-Imron ayat 153, Hud ayat 88)
Dengan demikian, dalam kedudukan manusia sebagai ciptaan Allah, terdapat dua pola hubungan manusia dengan Allah, yaitu pola yang didasarkan pada kedudukan manusia sebagai khalifah Allah dan sebagai hamba Allah. (Al-anám 165, Yunus ayat 14) Kedua pola ini dijalani secara seimbang, lurus dan teguh dengan tidak hanya menjalani yang satu dengan mengabaikan yang lain. (Shad ayat 72, Al-Hajr ayat 29, Al-Ankabut ayat 29) Sebab memilih salah satu pola akan membawa manusia kepada kedudukan dan fungsi manusia yang tidak sempurna. Sebagai akibatnya manusia tidak akan dapat mengejawantahkan prinsip tauhid secara maksimal.
Pola hubungan dengan Allah juga harus dijalani dengan ikhlas. (Al-Ra’d ayat 11) Artinya pola itu dijalani dengan mengharapkan keridlaan dari Allah.Sehingga pussat perhatian dengan menjalani dua pola ini adalah ikhtiar yang sungguh-sungguh. Sedangkan hasil optimal sepenuhnya kehendak Allah.(Al-hadid ayat 22).
Dengan demikian berarti diberikan penekanan kepada proses menjadi insan yang mengembangkan dua pola hubungan dengan Allah. Dengan menyadari arti niat dan ikhtiar, akan muncul manusia-manusia yang mempunyai kesadaran tinggi, kreatif, dan dinamis dalam hubungan dengan Allah. Sekaligus didukung dengan ketakwaan dan tidak pernah pongah kepada Allah. (Al-Imron ayat 159)
Dengan karunia akal, manusia berfikir, merenungkan tentang kemahakuasaan-Nya, yakni kemahaan yang tidak tertandingi oleh siapapun.Akan tetapi manusia yang dilengkapi dengan potensi-potensi positif memungkinkan dirinya untuk menirukan fungsi ke mahakuasaan-Nya itu.Sebab dalam diri manusia terdapat fitrah uluhiyah, yakni fitran suci yang selalu memproyeksikan tentang kebaikan dan keindahan, sehingga tidak mustahil ketika manusia melakukan sujud dan dzikir kepada-Nya, berarti manusia tengah menjalani fungsi al-Quddus. Ketika manusia berbelah kasih dan berbuat baik kepada tetangga dan sesamanya, maka berarti ia telah memerankan fungsi ar-Rahman dan ar-Rahim. Ketika manusia bekerja dengan kesungguhan dan ketabahan untuk mendapatkan rizki, maka manusia telah menjalankan fungsi al-Ghoniyya.Dengan demikian pula, dengan peran ke-maha-an Allah yang lain, as-Salam, al-Mur’in dan sebagainya. (Al-Baqoroh ayat 213)
Di dalam melakukan pekerjaannya manusia diberi kemerdekaan untuk memilih dan menentukan dengan cara yang paling disukai. (Al-A’raf ayat 54, Hud ayat 7, Ibrahim ayat 32, An-Nahl ayat 3, Bani Isroil ayat 44, Al-Ankabut ayat 44, Luqman ayat 10, Al-Zamr ayat 5, Qaf ayat 38, Al-Furqon ayat 59, Al-Hadid ayat 4) Dari semua tingkah lakunya manusia akan mendapatkan balasan yang setimpal dan sesuai dengan apa yang telah diupayakan. Karenanya manusia dituntut untuk selalu memfungsikan secara maksimal kemerdekaan yang dimilikinya, baik secara perorangan maupun secara bersama-sama di tengah-tengah kehidupan alam dan kerumunan masyarakat.(Al-Ra’d ayat 8, Al-Hajr ayat 21, Al-An’am ayat 96, Yasin ayat 38, Al-Sajadah ayat 12, Al-Furqon ayat 2, Al-Qomr ayat 49)
Sekalipun di dalam diri manusia dikaruniai kemnerdekaan sebagai esensi kemanusiaan untuk menentukan dirinya, namun kemerdekaan itu selalu dipagari oleh keterbatasna-keterbatasan, sebab perputaran itu semata-mata tetap dikendalikan oleh kepastian-kepastian yang maha adil dan bijaksana.Semua alam semesta selalu tunduk pada sunnah-Nya, pada keharusan universal atau taqdir. (Al-Baqoroh ayat 164, Al-Imron ayat 164, Yunus ayat 5, Al-Nahl ayat 12, Al-Rum ayat 22, Al-Jatsiyah ayat 3) Jadi manusia bebas berbuat dan berusaha untuk menentukan nasibnya sendiri, apakah dia menjadi mukmin atau kafir, pandai atau bodoh .Manusia harus berlomba-lomba mencari kebaikan, tidak terlalu cepat puas dengan hasil jerih payah dan karyanya.
Kenyataan bahwa Allah meniupkan ruhNya kepada materi dasar manusia, menunjukkan bahwa manusia berkedudukan mulia diantara ciptaan Allah yang lain. Kesadaran moral dan keberaniannya untuk memikul tanggungjawab dan amanat dari Allah yang disertai dengan mawas diri menunjukkan posisi dan kedudukannya (al-Mu’minun,115). Memahami ketinggian eksistensi dan potensi yang dimiliki oleh manusia, manusia mempunyai kedudukan yang sama antara yang satu dengan lainnya. Sebagai warga dunia, manusia harus berjuang dan menunjukkan peran yang dicita-citakan.
Tidak ada yang lebih antara yang satu dengan lainnya, kecuali ketaqwaannya (al-Hujurat, 13). Setiap manusia memiliki kekurangan (at-Takatsur; al-Humazah; al-Ma’un;az-Zumar,49; al-Hajj,66) dan kelebihan, ada yang menonjol pada diri seseorang tentang potensi kebaikannya (al-Mu’minun, 57-61), tetapi ada pula yang terlalu menonjol potensi kelemahannya, karena kesadaran ini, manusia harus saling menolong, saling menghormati, bekerjasama, menasehati dan saling mengajak kepada kebenaran demi kebaikan bersama (QS. Ali Imran, 103; an-Nisa’, 36-39)
Manusia telah dan harus selalu mengembangkan tanggapannya terhadap kehidupan.Tanggapan tersebut pada umumnya merupakan usaha mengembangkan kehidupan berupa hasil cipta, rasa dan jarsa manusia.Dengan demikian, maka hasil itu merupakan budaya manusia yang sebagian dilestarikan sebagai tradisi dan sebagian dapat dirubah.Pelestarian dan perubahan selalu mewarnai kehidupan manusia, inipun dilakukan dengan selalu memuat nilai-nilai sehingga budaya yang bersesuaian bahkan yang merupakan perwujudan dan nilai-nilai tersebut dilestarikan, sedangkan budaya yang tidak bersesuaian dapat diperbarui.
Kerangka bersikap tersebut mengisyaratkan adanya upaya bergerak secara dinamis, kreatif dan kritis dalam kehidupan manusia. Manusia dituntut memanfaatkan potensinya yang telah dianugerahkan oleh Allah melalui pemanfaatan potensi diri tersebut sehingga manusia menyadari asal mulanya kejadian dan makna kehadirannya di dunia. Dengan demikian pengembangan berbagai aspek budaya dan tradisi dalam kehidupan manusia dilaksanakan sesuai dengan nilai dari semangat yang dijiwai oleh sikap kritis yang senantiasa berada dalam religiusitas.
Manusia dan alam selaras dengan perkembangan kehidupan dan mengingat perkembangan suasana.Memang manusia harus menegakkan iman, taqwa dan amal sholeh guna mewujudkan kehidupan yang baik dan penuh rahmat di dunia.Di dalam kehidupan dunia itu, sesama manusia saling meghormati harkat dan martabat masing-masing, bersederajat, berlaku adil dan mengusahakan kebahagiaan bersama.Untuk itu diperlukan usaha bersama yang harus didahului dengan sikap keterbukaan, komunikasi dan dialog yang egaliter dan setara antar sesama.Semua usaha dan perjuangan ini harus terus menerus dilakukan sepanjang sejarah.
Melalui pandangan seperti ini pula kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dikembangkan.Kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara merupakan kerelaan dan kesepakatan untuk bekerjasama serta berdampingan setara dan saling pengertian.Bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dimaksudkan untuk mewujudkan cita-cita bersama yakni, hidup dalam kemajuan, keadilan, kesejahteraan dan kemanusiaan.Tolok ukur bernegara adalah keadilan, persamaan hukum serta adanya permusyawaratan.
Sedangkan hubungan antar muslim dan non-muslim dilakukan guna membina kehidupan manusia dengan tanpa mengorbankan keyakinan terhadap universalitas dan kebenaran Islam sebagai ajaran kehidupan yang paripurna. Dengan tetap berpegang pada keyakinan ini, dibina hubungan dan kerja sama secara damai dalam mencapai cita-cita bersama uman manusia (al-Kaafirun).
Nilai-nilai yang dikembangkan dalam hubungan antar manusia tercakup dalam persaudaraan antar insan pergerakan, persaudaraan sesama umat Islam (al-Hujuraat, 9-10), persaudaraan sesama warga negara dan persaudaraan sesama umat manusia.Perilaku persaudaraan ini harus menempatkan insan pergerakan pada posisi yang dapat memberikan manfaat maksimal untuk diri dan lingkungannya.
Alam semesta adalah ciptaan Allah. (Hud,61; Al-Qoshash, 77) Dia menentukan ukuran dan hukum-hukumnya. (An-Nahl 122; Al-Baqaroh 130; Al-ankabut 38) Alam juga menunjukkan tanda-tanda keberadaan, sifat dan perbuatan Allah. (Al-Ankabut ayat 64; al-Jaatsiyah, 3,4,5) Berarti juga nilai tauhid melingkupi nilai hubungan manusia dengan alam. Sebagai ciptaan Allah, alam berkedudukan sederajat dengan manusia. Namun Allah menundukkan alam bagi manusia (Al-Syura, 20; Yusuf, 109; Al- anám, 32; al-Baqarah, 29) dan bukan sebaliknya. Jika sebaliknya yang terjadi maka manusia akan terjebak dalam penghambaan terhadap alam, bukan penghambaan kepada Allah. Allah mendudukkan manusia sebagai khalifah (al-Baqarah, 30). Sudah sepantasnya manusia menjadikan bumi maupun alam sebagai wahana dalam bertauhid dan menegaskan keberadaan dirinya (al-jaatsiyah, 12,13; al-Ghaasyiyah, 17-26), bukan menjadikannya sebagai obyek eksploitasi (ar-Rum,41).
Perlakuan manusia terhadap alam tersebut dimaksudkan untuk memakmurkan kehidupan di dunia dan diarahkan untuk kebaikan akhirat.Di sini berlaku upaya berkelanjutan untuk mentransendensikan segala aspek kehidupan manusia. Sebab akhirat adalah masa depan eskatologis yang tak terelakkan. Kehidupan akhirat dicapai dengan sukses kalau kehidupan manusia benar-benar fungsional dan beramal shaleh (al-Baqarah, 62; al-A’ashr).
Kearah semua itulah hubungan manusia dengan alam ditujukan.Dengan sendirinya cara-cara memanfaatkan alam, memakmurkan bumi dan menyelenggara-kan kehidupan pada umumnya juga harus bersesuaian dengan tujuan yang terdapat dalam hubungan antara manusia dengan alam tersebut.Cara-cara itu dilakukan untuk mencukupi kebutuhan dasar dalam kehidupan bersama. Melalui pandangan ini haruslah dijamin kebutuhan manusia terhadap pekerjaan, nafkah dan masa depan, maka jelaslah hubungan manusia dengan alam merupakan hubungan pemanfaatan alam untuk kemakmuran bersama (al-Mu’minun, 17-22; al-Hajj,65). Hidup bersama antar manusia berarti hidup antar kerjasama, tolong menolong dan tenggang rasa (Abasa, 17-32; an-Naazi’aat, 27-33).
Salah satu dari hasil penting dari cipta, rasa dan karsa manusia yaitu ilmu pengetahuan dan teknologi.Manusia menciptakan itu untuk memudahkan dalam rangka memanfaatkan alam dan kemakmuran bumi atau memudahkan hubungan antar manusia.Dalam memanfaatkan alam diperlukan iptek, karena alam memiliki ukuran, aturan, dan hukum tersendiri.Alam perlu didayagunakan dengan tidak mengesampingkan aspek pelestariannya.
Sumber pengetahuan adalah Allah.Penguasaan dan pengembangannya disandarkan pada pemahaman terhadap ayat-ayatNya.Ayat-ayat berupa wajyu dan seluruh ciptaan-Nya.Untuk mengetahui dan mengembangkan pemahaman terhadap ayat-ayat Allah itulah manusia mengerahkan kesadaran moral, potensi kreatif berupa akal dan aktifitas intelektualnya.Disini lalu diperlukan penalaran yang tinggi dan ijtihad yang utuh dan sistematis terhadap ayat-ayat Allah. Pengembangan pemahaman tersebut secara tersistematis dalam ilmu pengetahuan yang menghasilkan iptek juga menunjuk pada kebaharuan manusia yang terus berubah penciptaan pengembangan dan pengusaan terhadap iptek merupakan keniscayaan yang sulit dihindari, Jika manusia menginginkan kemudahan hidup untuk kesejahteraan dan kemakmuran bersama, usaha untuk memanfaatkan Iptek tersebut menuntut keadilan, kebenaran, kemanusiaan dan kedamaian.
Semua hal tersebut dilaksanakan sepanjang hayat, seiring perjalanan usia dan keluasan Iptek, sehingga berbarengan dengan iman dan tauhid manusia dapat mengembangkan diri pada derajat yang tinggi.
PENUTUP Nilai-nilai Dasar Pergerakan (NDP) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) yang dipergunakan sebagai landasan teologis, normatif dan etis dalam pola pikir dan perilaku warga PMII, baik secara perorangan maupun bersama-sama. Dengan ini dasar-dasar tersebut ditujukan untuk mewujudkan pribadi muslim Indonesia yang bertakwa kepada Allah, berbudi luhur, berilmu cakap, dan bertanggung jawab dalam mengamalkan ilmu pengetahuannya serta komitmen atas cita-cita kemerdekaan rakyat Indonesia. Sosok yang dituju adalah sosok insan kamil Indonesia yang kritis, inovatif, dan transformatif yang sadar akan posisi dan perannya sebagai khalifah di muka bumi.